Thursday, January 7, 2016

Demokrasi Dalam Pendidikan Islam

       I.          DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
                                                   Mata Kuliah : Hadist Tarbawy                           
Dosen Pengampu : Dr. H. Ikhrom M.Ag



Disusun Oleh :
Ismi Nur Lailil M.     (1403036075)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG






                        PENDAHULUAN
Pada Saat ini banyak sekali Negara yang menganut Sistem Demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi sendiri artinya sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan persamaan hukum. Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh karena rakyat tidak mungkin rakyat mengambil keputusan karena jumlah terlalu besar maka dibentuklah dewan perwakilan rakyat.
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan islam, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejarah/demokrasi dalam ajaran islam dan demokrasi secara umum. Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip telah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan istilah “musyawarah”. Kata demokrasi memang tidak ada terdapat di dalm al-qur’an dan hadits, karena katademokrasi berasal dari Barat atau Eropa yang masuk ke peradaban islam.
Dalam memberikan penafsiran makna demokrasi pendidikan mungkin terdapat bermacam-macam konsep, seperti juga beraneka ragam pandangan dalam memberikan arti demokrasi. Dalam pemerintahan demokrasi, demokrasi harus dijadikan filsafat hidup yang harus ditanamkan kepada setiap peserta didik.      

    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Pengertian Demokrasi dalam Islam ?
2.      Bagaimana Prinsip –prinsip Demokrasi Pendidikan Islam ?
3.      Bagaimana Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan Islam ?


 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Demokrasi Pendidikan Islam
لاَ تَقُومُ الشَّاعَةُ حَتَّ تَأْخُذُ اُمَّتِي بِأَخْذِ القُرُونِ قَبْلَهَا, شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرًاعًا بِذِرَاعٍ, فَقِيلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, كَفَارِسَ وَالرُّمِ؟ فقل: وَمِنَّ النَّاسُ إِلاَّاُولَئِكَ. (امام البوخرى)
Artinya : “hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengka demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Ditanyakan, “wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?” Nabi menjawab : “ Manusia mana lagi selan mereka itu?” (HR. Bukhory no 7319 dari Abu Hurairoh r.a)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy (13/301), menerangkan bahwa hadis ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat.
Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau SAW, dalam pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sistem terbaik, bahkan tidak jarang hukum islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau hukum islam tersebut dianggap tidak sesuai dengan demokrasi maka tidak segan-segan dibuang atau diabaikan.[1]
Secara harfiah demokrasi berasal dari bahasa yunani “demos” (masyarakat) dan “kratia” (aturan atau kekusaan) dan demokrasi berarti kekuasaan ditangan rakyat (Lane dan Errsson, 2003) atau pemerintahan oleh dan untuk mayoritas. Dengan demikian demokrasi dapat berarti sistem pemerintahan yang berlawanan dengan sistem pemerintahan (kekuasaan) yang hanya ditangan seseorang (seperti pemerintahan monarki atau tirani)[2]
Dalam teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Lincoln (1863) menyatakan “Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Secara teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap berdaulat, rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat haruslah melaksanakan apa yang telah ditetapkan rakyat tersebut. Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia secara menyeluruh dalam hal, Kebebasan beragama, Kebebasan berpendapat, Kebebasan kepemilikan, Kebebasan bertingkah laku.
Apabila dihubungkan dengan pendidikan maka pengertiannya sebagai berikut: Vebrianto memberi pendapat pendidikan yang demokrasi adalah pendidikan yang pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak (peserta didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi –tinginya sesuai dengan kemampuannya.
Sugarda Purbakawatja, memberikan definisi bahwa demokrasi pendidikan, adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang adil.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan merupakan suatu pandangan yang mengutamakan persamaan kewajiban dan hak dan perlakuan oleh tenaga kependidikan terhadap peserta didik dalam proses pendidikan.[3]
  1. Prinsip-prinsip Demokrasi Pendidikan Islam
حَدِ يْثُ عَا ئِشَتَ رضي الله عنها عَنِ النَّبِيِّ صل الله عليه وسلم قال: إِنَّ أَبْغَضَ الرِّ جاَلَ إِلَ اللهِالأَ لَدُ الْخَصِمُ. (أخرجه البخا ري)

Artinya : Diriwayatkan dari Aisyah r.a, dari Nabi saw, beliau bersabda, “sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah yang paling keras bertengkarnya.” (Bukhori).

Penjelasan : ”Perdebatan” : Pertengkaran yang tercela adalah pertengkaran atau perdebatan tentang kebathilan, yaitu perdebatan yang mengabaikan kebenaran atau mendukung kebathilan.
Sumber ajaran islam berupa al-qur’an dan hadits yang dapat dijadikan sebagai prinsip dasar dalam berdemokrasi diantaranya adalah:
a.       Tidak akan gagal orang yang mengerjakan shalat istikharah (menentukan pilihan), dan tidak pula menyesal orang yang melakukan musyawarah.
b.      Tidaklah suatu kaum (masyarakat) melaksanakan musyawarah kecuali pasti mendapat petunjuk (untuk memecahkannya) dan urusannya pasti lancar.
c.       Orang bermusyawarah (meminta petunjuk) akan merumuskan ketentraman.
d.      Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim (baik pria maupun wanita).[4]
Firman Allah SWT dalam surah ash-shura, ayat 38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

Artinya : ” Dan mereka yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang uerusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah anatara mereka dan merka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kamu berikan kepada mereka”.
Sebagian kalangan menyatakan bahwa Demokrasi itu sesungguhnya berasal dari Islam, yakni sama dengan syuro (musyawarah), amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa. Hal ini tidaklah tepat karena syuro, amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa merupakan hukum syara’ yang telah Allah swt tetapkan cara dan standarnya, yang jauh berbeda dengan demokrasi.
Demokrasi memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang dalam Islam, tidaklah demikian. Rinciannya adalah sebagai berikut :
a.    Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syara’, yang menjadi kriteria adalah kekuatan dalil, bukan mayoritas, contohnya pada perjanjian hudaibiyah, dimana Rosulullah SAW membuat keputusan yang tidak disepakati oleh mayoritas sahabat.
اِنِّى رَسُولُ اللهِ وَلَشْتُ اَعْصِيْهِ وَهُوَ نَاصِرٍي(أخرجه البخاري)
Artinya: “Aku ini utusan Allah, dan aku takkan melanggar perintahNya, dan Dia adalah penolongku.” (HR Bukhari)
b.    Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya, bukan suara mayoritas.
c.    Sedang untuk masalah yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas.[5]
Namun dalam prakteknya ternyata demokrasi telah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan istilah musyawarah. Salah satu contoh dapat dikemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW menghadapi masalah strategi perang dan diplomasi dengan musuh, tergambar jelas bagaimana Nabi Muhammad menyelesaikan masalah sosial politik yang sedang dihadapi dan beliau selalu aspiratif dan dapat mentolierir adanya perbedaan pendapat diantara para sahabat, tidak terkecuali berhadapan dengan musuh.
Sedangkan mekanisme pengambilan keputusan terkadanng beliau mengikuti mayoritas, dan ada pula mengambil keputusan dengan pendapat sendiri tanpa mengambil saran sahabat. Dengan kata lain Nabi Muhaammad SAW tidak menentukan suatu system, cara dan metode musyawarah secara baku, tetapi lebih bersifat variatif, fleksibel dan adaptif.
Firman Allah dalam surah Al-Imron, ayat 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : “Maka disebabkan rahmat Allahlah kamu kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri daari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya allah menyukai orang – orang yang bertawakkal kepada_Nya.
Ayat diatas ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW agar bermusyawarah dalam persoalan – persoalan yang dihadapi dengan para sahabatnya atau anggota masyarakat. Hal ini merupakan bukti keseluruhan dan kebijakan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW serta kemuliaan budi pekertinya. Dari konsep musyawarah tersebuut ada nilai – nilai yang terdapat dalam demokrasi yang menjadi prinsip daasar demokrasi. Nilai – nilai tersebut diantaranya, Prinsip kebebasan, Prinsip persamaan, Prinsip penghormatan terhadap martabat manusia.
Prinsip demokrasi pendidikan islam dijiwai oleh prinsip demokrasi dalam islam, atau dengan kata lain demokrasi pendidikan islam merupakan implementasi prinsip – prinsip demokrasi islam terhadap pendidikan islam. Bentuk demokrasi pendidikan islam adalah sebagai berikut:
  1. kebebasan bagi pendidik dan peserta didik.
a.       Kebebasan Berkarya
b.      Kebebasan dalam Mengembangkan Potensi
c.       Kebebasan dalam Berpendapat
  1. Persamaan terhadap peserta didik dalam pendidikan islam.
Islam memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik untuk mendpatkan pendidikan atau belajar. Abuddin Nata menyatakan bahwa peserta didik yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada perbedaan derajat atau martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dalam suatu ruangan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari pendidik. Pendidik harus mengajar anak orang yang tidak mampu dengan yang mamppu secara bersama atas dasar penyediaan kesempatan belajar yang sama bagi semua peserta didik.
Dalam pendidikan islam tidak ditemukan sistem sekolah unggul karena hal tersebuut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi pendidikan islam sebab bersifat diskriminasi terhadap peserta didik. Pendidik harus mampu memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik untuk mendapatkan pendidikan.
  1. Penghormatan akan martabat individu dalam pendidikan islam.
Demokrasi sebagai penghormatan akan martabat orang lain; maksudnya ialah seorang akan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri. Secara histories prinsip penghormatan akan martabat individu telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam praktek pembebasan kaum tertindas di Mekkah seperti memerdekakan budak.[6]
  1. Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan Islam.
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, “pendidikan tidak dipandang sebagai proses pemaksaan dari seseorang pendidik untuk menentukan setiap langkah yang harus diterima oleh peserta didiknya secara individual” dengan demikian dalam proses pembelajaran harus dilandasi  oleh nilai – nilai demokrasi yaitu dengan penghargaan terhadap kemampuan peserta didik, menerapkan persamaan kesempatan dan memperhatikan keragaman peserta didik sebagai insane yang harus dihargai kemampuannya dan  diberi kesempatan untuk mengmbangkan kemampuannya tersebut. Dalam proses pembelajaran harus dihindaari suasana belajar yang kaku, penuh engan ketegangan, syarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif dan tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan.
Islam menyerukan adanya prinsip persamaan dan peluang yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah kesadaran untuk beljar bagi semua orang, tanpa adanya peerbedaan antara si kaya dan si miskin dan status sosial ekonomi seorang peserta didik, serta tidak pula gender.
Dalam praktek demokrasi pendidikan islam pada masa dahullu, kata Athiyah adalah partisipasi aktif masyarakatuntuk mendirikan mesjid – mesjid, institut – institut dan lembaga – lembaga ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar, sehingga memungkinkan siswa yang kurang mampu meneruskan pelajarannya serta melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagi hasil keterlibatan aktif masyarakat yang dilandasi rasa persamaan dan kebersamaan dalam pembiayaan pendidikan ternyata telah melahirkan kaum Intelektual dan ulama – ulama besar, yang umumnya memang berasal dari anak – anak kurang mampu, seperti al – Ghazali, imam Syafi’i dan lain – lain.[7]
 IV.            KESIMPULAN

Jadi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.         Agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk memutuskan segala sesuatu urusan dengan cara musyawarah.
b.        Agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk belajar berbagai macam ilmu pengetahuan, baik ilmu duniawi ( umum ) ataupun ilmu ukhrawi ( agama ).
c.         Bahwa Islam telah mewajibkan menuntut ilmu pengetahuan kepada seluruh kaum muslimin, baik pria maupun wanita sepanjang hidupnya, sejak lahir sampai meninggal dunia. Hal ini membuktikan bahwa Islam sejak awal telah meletakkan dasar adanya pendidikan seumur hidup.
d.        Agama Islam telah menganjurkan kepada umatnya agar memperlakukan orang lain sebagaimana memperlakukan dirinya sendiri.
e.          Islam menyerukan adanya prinsip persamaan dan peluang yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah kesadaran untuk belajar bagi semua orang, tanpa adanya perbedaan antara si kaya dan si miskin dan status sossial ekonomi seorang peserta didik.

    V.            PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis buat. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi. Penulis berharap bagi pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun, demi sempurnanya makalah ini di penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, amin.







[2] Fuad fachruddin, Agama dan Pendidikn Demokrasi,( Jakarta: pustaka Alvabet, 2006) hlm 25-26
[4]  Darajat Zakiah,  Ilmu Pendidikan Islam.  (Jakarta: Bumi Aksara, 2000) hlm 56
[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2002) hlm 45
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003) hlm 57

No comments:

Post a Comment