I. DEMOKRASI
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Hadist Tarbawy
Dosen
Pengampu : Dr. H.
Ikhrom M.Ag
Disusun Oleh :
Ismi Nur Lailil M. (1403036075)
MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
PENDAHULUAN
Pada Saat ini
banyak sekali Negara yang menganut Sistem Demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya. Demokrasi sendiri artinya sistem yang berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan
terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
persamaan hukum. Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa
rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat
seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh
karena rakyat tidak mungkin rakyat mengambil keputusan karena jumlah terlalu
besar maka dibentuklah dewan perwakilan rakyat.
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan islam, tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari sejarah/demokrasi dalam ajaran islam dan demokrasi secara umum.
Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip telah diterapkan oleh Nabi Muhammad
SAW yang dikenal dengan istilah “musyawarah”. Kata demokrasi memang tidak ada
terdapat di dalm al-qur’an dan hadits, karena katademokrasi berasal dari Barat
atau Eropa yang masuk ke peradaban islam.
Dalam memberikan penafsiran makna demokrasi pendidikan mungkin terdapat
bermacam-macam konsep, seperti juga beraneka ragam pandangan dalam memberikan
arti demokrasi. Dalam pemerintahan demokrasi, demokrasi harus dijadikan
filsafat hidup yang harus ditanamkan kepada setiap peserta
didik.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian
Demokrasi dalam Islam ?
2. Bagaimana Prinsip
–prinsip Demokrasi Pendidikan Islam ?
3. Bagaimana Pelaksanaan
Demokrasi Pendidikan Islam ?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi
Pendidikan Islam
لاَ تَقُومُ الشَّاعَةُ حَتَّ
تَأْخُذُ اُمَّتِي بِأَخْذِ القُرُونِ قَبْلَهَا, شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرًاعًا
بِذِرَاعٍ, فَقِيلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, كَفَارِسَ وَالرُّمِ؟ فقل: وَمِنَّ
النَّاسُ إِلاَّاُولَئِكَ. (امام البوخرى)
Artinya : “hari kiamat tak bakalan terjadi hingga
umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengka demi sejengkal, sehasta
demi sehasta. Ditanyakan, “wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?” Nabi
menjawab : “ Manusia mana lagi selan mereka itu?” (HR. Bukhory no 7319 dari Abu
Hurairoh r.a)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy
(13/301), menerangkan bahwa hadis ini berkaitan dengan tergelincirnya umat
Islam mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan
rakyat.
Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau SAW, dalam pemerintahan
dan pengaturan urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sistem terbaik, bahkan
tidak jarang hukum islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau
hukum islam tersebut dianggap tidak sesuai dengan demokrasi maka tidak
segan-segan dibuang atau diabaikan.[1]
Secara harfiah demokrasi berasal dari bahasa yunani “demos” (masyarakat)
dan “kratia” (aturan atau kekusaan) dan demokrasi berarti kekuasaan ditangan
rakyat (Lane dan Errsson, 2003) atau pemerintahan oleh dan untuk mayoritas.
Dengan demikian demokrasi dapat berarti sistem pemerintahan yang berlawanan
dengan sistem pemerintahan (kekuasaan) yang hanya ditangan seseorang (seperti
pemerintahan monarki atau tirani)[2]
Dalam teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau
wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Lincoln (1863)
menyatakan “Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.” Secara teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang
dianggap berdaulat, rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat
haruslah melaksanakan apa yang telah ditetapkan rakyat tersebut. Selain itu,
demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia secara menyeluruh dalam hal,
Kebebasan beragama, Kebebasan berpendapat, Kebebasan kepemilikan, Kebebasan
bertingkah laku.
Apabila dihubungkan dengan pendidikan maka pengertiannya sebagai berikut:
Vebrianto memberi pendapat pendidikan yang demokrasi adalah pendidikan yang
pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak (peserta
didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi –tinginya sesuai
dengan kemampuannya.
Sugarda Purbakawatja, memberikan definisi bahwa demokrasi pendidikan,
adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapatkan
pendidikan dan pengajaran yang adil.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan
merupakan suatu pandangan yang mengutamakan persamaan kewajiban dan hak dan
perlakuan oleh tenaga kependidikan terhadap peserta didik dalam proses
pendidikan.[3]
- Prinsip-prinsip
Demokrasi Pendidikan Islam
حَدِ
يْثُ عَا ئِشَتَ رضي الله عنها عَنِ النَّبِيِّ صل الله عليه وسلم قال: إِنَّ
أَبْغَضَ الرِّ جاَلَ إِلَ اللهِالأَ لَدُ الْخَصِمُ. (أخرجه البخا ري)
Artinya
: Diriwayatkan dari Aisyah r.a, dari Nabi saw, beliau bersabda,
“sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah yang paling keras
bertengkarnya.” (Bukhori).
Penjelasan : ”Perdebatan” : Pertengkaran yang tercela adalah
pertengkaran atau perdebatan tentang kebathilan, yaitu perdebatan yang
mengabaikan kebenaran atau mendukung kebathilan.
Sumber ajaran islam berupa al-qur’an dan hadits yang dapat dijadikan
sebagai prinsip dasar dalam berdemokrasi diantaranya adalah:
a.
Tidak akan gagal orang yang mengerjakan shalat
istikharah (menentukan pilihan), dan tidak pula menyesal orang yang melakukan
musyawarah.
b.
Tidaklah suatu kaum (masyarakat) melaksanakan
musyawarah kecuali pasti mendapat petunjuk (untuk memecahkannya) dan urusannya
pasti lancar.
c.
Orang bermusyawarah (meminta petunjuk) akan merumuskan
ketentraman.
d.
Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim
(baik pria maupun wanita).[4]
Firman Allah
SWT dalam surah ash-shura, ayat 38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ
Artinya : ” Dan mereka yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang uerusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah anatara mereka dan merka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kamu berikan kepada mereka”.
Sebagian kalangan menyatakan bahwa Demokrasi itu
sesungguhnya berasal dari Islam, yakni sama dengan syuro (musyawarah), amar
ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa. Hal ini tidaklah tepat
karena syuro, amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa merupakan hukum
syara’ yang telah Allah swt tetapkan cara dan standarnya, yang jauh berbeda
dengan demokrasi.
Demokrasi memutuskan segala sesuatunya berdasarkan
suara terbanyak (mayoritas). Sedang dalam Islam, tidaklah demikian. Rinciannya
adalah sebagai berikut :
a.
Untuk masalah yang berkaitan dengan
hukum syara’, yang menjadi kriteria adalah kekuatan dalil, bukan mayoritas,
contohnya pada perjanjian hudaibiyah, dimana Rosulullah SAW membuat keputusan
yang tidak disepakati oleh mayoritas sahabat.
اِنِّى رَسُولُ اللهِ وَلَشْتُ
اَعْصِيْهِ وَهُوَ نَاصِرٍي(أخرجه البخاري)
Artinya: “Aku ini utusan
Allah, dan aku takkan melanggar perintahNya, dan Dia adalah penolongku.” (HR
Bukhari)
b. Untuk
masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya,
bukan suara mayoritas.
c. Sedang
untuk masalah yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan
keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas.[5]
Namun dalam prakteknya ternyata demokrasi telah
diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan istilah musyawarah.
Salah satu contoh dapat dikemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW menghadapi
masalah strategi perang dan diplomasi dengan musuh, tergambar jelas bagaimana
Nabi Muhammad menyelesaikan masalah sosial politik yang sedang dihadapi dan
beliau selalu aspiratif dan dapat mentolierir adanya perbedaan pendapat
diantara para sahabat, tidak terkecuali berhadapan dengan musuh.
Sedangkan mekanisme pengambilan keputusan terkadanng
beliau mengikuti mayoritas, dan ada pula mengambil keputusan dengan pendapat
sendiri tanpa mengambil saran sahabat. Dengan kata lain Nabi Muhaammad SAW
tidak menentukan suatu system, cara dan metode musyawarah secara baku, tetapi
lebih bersifat variatif, fleksibel dan adaptif.
Firman Allah
dalam surah Al-Imron, ayat 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ
ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : “Maka
disebabkan rahmat Allahlah kamu kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
daari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu
membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya allah menyukai
orang – orang yang bertawakkal kepada_Nya.
Ayat diatas ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW agar bermusyawarah dalam
persoalan – persoalan yang dihadapi dengan para sahabatnya atau anggota
masyarakat. Hal ini merupakan bukti keseluruhan dan kebijakan kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW serta kemuliaan budi pekertinya. Dari konsep musyawarah tersebuut
ada nilai – nilai yang terdapat dalam demokrasi yang menjadi prinsip daasar
demokrasi. Nilai – nilai tersebut diantaranya, Prinsip kebebasan, Prinsip
persamaan, Prinsip penghormatan terhadap martabat manusia.
Prinsip demokrasi pendidikan islam dijiwai oleh prinsip demokrasi dalam
islam, atau dengan kata lain demokrasi pendidikan islam merupakan implementasi
prinsip – prinsip demokrasi islam terhadap pendidikan islam. Bentuk demokrasi
pendidikan islam adalah sebagai berikut:
- kebebasan
bagi pendidik dan peserta didik.
a. Kebebasan
Berkarya
b. Kebebasan
dalam Mengembangkan Potensi
c. Kebebasan
dalam Berpendapat
- Persamaan
terhadap peserta didik dalam pendidikan islam.
Islam memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik untuk
mendpatkan pendidikan atau belajar. Abuddin Nata menyatakan bahwa peserta didik
yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada perbedaan derajat atau martabat,
karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dalam suatu ruangan dengan
tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari pendidik. Pendidik harus mengajar anak
orang yang tidak mampu dengan yang mamppu secara bersama atas dasar penyediaan
kesempatan belajar yang sama bagi semua peserta didik.
Dalam pendidikan islam tidak ditemukan sistem sekolah unggul karena hal
tersebuut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi pendidikan islam sebab bersifat
diskriminasi terhadap peserta didik. Pendidik harus mampu memberikan kesempatan
yang sama kepada semua peserta didik untuk mendapatkan pendidikan.
- Penghormatan
akan martabat individu dalam pendidikan islam.
Demokrasi sebagai penghormatan akan martabat orang lain; maksudnya ialah
seorang akan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri. Secara
histories prinsip penghormatan akan martabat individu telah ditunjukkan oleh
Nabi Muhammad SAW dalam praktek pembebasan kaum tertindas di Mekkah seperti
memerdekakan budak.[6]
- Pelaksanaan
Demokrasi Pendidikan Islam.
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, “pendidikan tidak dipandang sebagai
proses pemaksaan dari seseorang pendidik untuk menentukan setiap langkah yang
harus diterima oleh peserta didiknya secara individual” dengan demikian dalam
proses pembelajaran harus dilandasi oleh nilai – nilai demokrasi yaitu
dengan penghargaan terhadap kemampuan peserta didik, menerapkan persamaan
kesempatan dan memperhatikan keragaman peserta didik sebagai insane yang harus
dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengmbangkan
kemampuannya tersebut. Dalam proses pembelajaran harus dihindaari suasana
belajar yang kaku, penuh engan ketegangan, syarat dengan perintah dan instruksi
yang membuat peserta didik menjadi pasif dan tidak bergairah, cepat bosan dan
mengalami kelelahan.
Islam menyerukan adanya prinsip persamaan dan peluang yang sama dalam
belajar, sehingga terbukalah kesadaran untuk beljar bagi semua orang, tanpa
adanya peerbedaan antara si kaya dan si miskin dan status sosial ekonomi
seorang peserta didik, serta tidak pula gender.
Dalam praktek demokrasi pendidikan islam pada masa dahullu, kata Athiyah
adalah partisipasi aktif masyarakatuntuk mendirikan mesjid – mesjid, institut –
institut dan lembaga – lembaga ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar,
sehingga memungkinkan siswa yang kurang mampu meneruskan pelajarannya serta
melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagi hasil
keterlibatan aktif masyarakat yang dilandasi rasa persamaan dan kebersamaan
dalam pembiayaan pendidikan ternyata telah melahirkan kaum Intelektual dan
ulama – ulama besar, yang umumnya memang berasal dari anak – anak kurang mampu,
seperti al – Ghazali, imam Syafi’i dan lain – lain.[7]
IV.
KESIMPULAN
Jadi dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.
Agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk
memutuskan segala sesuatu urusan dengan cara musyawarah.
b.
Agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk belajar
berbagai macam ilmu pengetahuan, baik ilmu duniawi ( umum ) ataupun ilmu
ukhrawi ( agama ).
c.
Bahwa Islam telah mewajibkan menuntut ilmu pengetahuan
kepada seluruh kaum muslimin, baik pria maupun wanita sepanjang hidupnya, sejak
lahir sampai meninggal dunia. Hal ini membuktikan bahwa Islam sejak awal telah
meletakkan dasar adanya pendidikan seumur hidup.
d.
Agama Islam telah menganjurkan kepada umatnya agar
memperlakukan orang lain sebagaimana memperlakukan dirinya sendiri.
e.
Islam
menyerukan adanya prinsip persamaan dan peluang yang sama dalam belajar,
sehingga terbukalah kesadaran untuk belajar bagi semua orang, tanpa adanya
perbedaan antara si kaya dan si miskin dan status sossial ekonomi seorang
peserta didik.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis buat. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan
dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi. Penulis berharap bagi pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun, demi sempurnanya makalah ini di penulisan makalah berikutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat, amin.
[1] https://mtaufiknt.wordpress.com/2013/03/23/demokrasi-dalam-pandangan-islam/,diakses
pada tanggal, 24-10-2015, pukul 14.00
[2] Fuad fachruddin, Agama dan
Pendidikn Demokrasi,( Jakarta: pustaka Alvabet, 2006) hlm 25-26
[3]https://nanogummy.wordpress.com/2011/05/06/demokrasi-pendidikan-dalam-islam/,diakses
pada tanggal, 24-10-2015, pukul 12.00
[5] https://mtaufiknt.wordpress.com/2013/03/23/demokrasi-dalam-pandangan-islam/,
diakses pada tanggal 24-10-2015, pukul 12.00
No comments:
Post a Comment